Selasa, 11 Oktober 2011

KEKERASAN DALAM SISWA DAN MAHASISWA




Kekerasan atau (bahasa Inggris: Violence ejaan Inggris: [/vaɪ(ə)ləns/] berasal dari (bahasa Latin: violentus yang berasal dari kata atau vīs berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat Romawi[1] yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang[2][3][4] umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.[1]
Akar Kekerasan: Kekayaan tanpa bekerja, Kesenangan tanpa hati nurani, Pengetahuan tanpa karakter, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa kemanusiaan, Ibadah tanpa pengorbanan, Politik tanpa prinsip.
The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.


Kasus kekerasan dalam dunia pelajar dan mahasiswa sekarang ini sudah terlalu banyak, coba saya ambil salah satu contoh yang masih baru-baru ini terjadi.
Kekerasan diSMAN 6 Jakarta yang melibatkan pelajar dan wartawan menunjukkan bahwa kekerasan dalam pendidikan masih massif terjadi di Indonesia. Ini bisa dilihat dari ketika masa awal memasuki sekolah dengan digelarnya Masa Orientasi Siswa yang cenderung melakukan kekerasan ditingkat juniornya sebagai balasan ketika siswa tersebut juga merasakan hal yang sama. siswa selalu menjadi objek garapan kekerasan yang terintegrasi dengan alumni dengan berbagai latar kelompok yang dibuat ketika disekolah. Sebagai masa training untuk menjadi anggota harus melalui berbagai fase secara fisik untuk akhirnya masuk sebagai anggota resmi. Nilai-nilai aturan disekolahpun siswa selalu menjadi korban, misal mekanisme aturan disekolah sanksi kepada siswa itu murni dibuat oleh sekolah sepihak tanpa melibatkan pelajar sebagai subjek yang terlibat dalam aturan tersebut. Dalam kasus ini sudah cukup terlihat apa yg siswa lakukan, dan juga banyak sekali contoh lain kekerasan yang siswa lakukan, seperti tawuran, memalak siswa lain, berkelahi, dan banyak lagi..hampir semua kekerasan itu terjadi dikalangan siswa SMP dan SMA, dan mungkin sekarang sudah mulai masuk ke siswa SD, dimana mereka mulai diajari oleh alumninya untuk tawuran, itu sudah terjadi dibeberapa tempat..sungguh sedih rasanya melihat dunia sekolah yang mulai tercoreng dan melenceng dari jalurnya, mungkin perlu adanya perombakan system yang ada, seperti pernah di usulkan untuk mengunakan baju bebas dan bukan seragam sekolah. Saya rasa itu berpengaruh, tapi kurang efektif, karna dalam dunia mahasiswa saja yang pakai baju bebas masih banyak kekerasan. Seperti tawuran antar kampus yg masih sering terjadi juga.
Dalam sudut pandang sosiologi, perilaku tawuran termasuk konformitas perilaku agresivitas kelompok. Sebab pelaku menganggap tawuran sebagai sesuatu yang normatif dan dianggap sebagai kebenaran kelompok. (Simangunsong, 2004). Pada titik ini, peran strategis sekolah dapat dimainkan yaitu memberikan penyadaran kepada siswa dimana tawuran perilaku menyimpang dan memberikan hukuman bersifat mendidik.
                  www.google.co.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar